Ada banyak alasan kenapa kita harus peduli kepada anak-anak terlantar, penghuni kolong jembatan, pinggir rel kereta api dan “anak langit” yang hidup menggelandang, tanpa rumah dan dekapan kasih sayang orang tua. Sebaliknya, terdapat seribu alasan untuk kita mengabaikan mereka, semudah menepis debu.
Faktanya, “anak-anak langit” itu memilih kabur ketika kita ajak untuk hidup di sebuah keluarga. Panti dan rumah singgah pun mereka anggap “penjara”. Jadi premis awalnya adalah kitalah yang butuh mereka.Mereka tidak pernah memelas meminta pertolongan. Fenomena anak jalanan berbeda dengan anak-anak kaum miskin yang hidup dalam “keluarga normal”.

Bertolak dari pengalaman para pendamping YBMB maka membangun kepercayaan melalui persahabatan tanpa syarat adalah pintu masuk untuk mendampingi anak-anak jalanan. Kak Buche, mampu berkomunikasi baik dengan bahasa yang familiar bagi anak-anak. Sementara Kak Vidi berkomunikasi dengan anak-anak melalui lagu-lagu yang biasa mereka jadikan lagu wajib ngamen atau yang bernada pemberontakan.

Saya tidak bisa menutup kebahagiaan ketika melihat anak-anak telah tumbuh dengan sehat dan dengan kepribadian yang baik. Sesekali masih suka teriak dan bicara kotor. Namun tidak lagi terjadi kekerasan fisik. Alhamdulilah ya Rahman. Itulah hadiah yang diberikan Allah kepada kakak-kakak pendamping.

Terbayang ketika mereka pertama kali datang ke YBMB. Rambut merah dan sebatang rokok terselip di telinga. Kak Febri yang mengajar saat itu tidak menegur anak yang belajar di kelas sambil menaikan kakinya di bangku. Mirip style pengunjung warteg. Bau alcohol tercium menyengat dari remaja tersebut. Itu masa lalu. Kini mereka telah menjadi anak dan remaja yang berkembang dengan kepribadian yang penuh tanggung jawab.

Tidak semua anak-anak berkembang positif. Beberapa dari mereka tetap tidak bisa menghilangkan kebiasaan mencuri. Bahkan ada yang harus berurusan dengan kepolisian karena membungkam lawan dengan menghunjamkan pisaunya. Menurut Kak Ratu dan Kak Hasan, pelaku dan korban harus tetap didampingi. Saya setuju seratus persen dengan statement itu. Insha Allah, kami terima amanat tersebut dengan sepenuh hati karena hakekatnya Allah SWT yang telah menitipkannya kepada kami.

Bisa jadi, kami bukanlah pengasuh terbaik, namun mereka ada di rumah singgah dan panti YBMB karena tidak dikehendaki oleh ibunya yang memilih mencari suami baru dan meninggalkan anaknya diusir dari rumah kontrakan. Bisa jadi, kami bukanlah kakak terbaik, namun mereka memilih untuk datang ke rumah kami ketika sang ayah meninggalkan anak perempuannya sendirian dengan alasan mencari kerja, tapi berbulan-bulan tidak pernah kembali, bahkan menghilang bagai ditelan bumi.

Kita bahagia ketika menyeka air mata mereka…..
Kita merasa berarti ketika mendekap tubuh-tubuh kecil yang gemetar ketakutan..
Kita merasa “kaya” ketika bisa membagi waktu untuk anak-anak yang lahir tanpa akta dan kartu keluarga….
Karena itulah kita peduli…..