Anak Jalanan merupakan salah satu permasalahan sosial yang menjadi sorotan keberadaannya khususnya di Jakarta sebagai kota metropolitan dan Ibu Kota Negara. Keberadaan anak jalanan juga dipandang memiliki citra yang kurang baik. Permasalahan anak jalanan menjadi kian rumit ketika mereka menjadi sasaran empuk untuk perdagangan anak, kekerasan fisik dan seksual serta pekerja seks anak. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak memiliki perlindungan yang seharusnya mereka dapatkan serta pengetahuan yang minim dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah.

Anak adalah makhluk yang dianggap sebagai kelompok sosial yang memiliki kekuatan dan status yang rendah dalam masyarakat, sehingga keberadaannya tidak terlalu dianggap penting dan disepelekan. Relasi anak dengan orang dewasa sering bersifat hierarkis yang cenderung berujung pada eksploitasi. Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan anak lebih banyak menghabiskan waktu dijalanan sehingga anak lebih mudah kehilangan hak-haknya dan muncul permasalahan-permasalahan yang lebih serius terhadap anak.

Anak jalanan sendiri didefinisikan oleh Departemen Sosial RI sebagai anak yang menggunakan sebagian waktunya dijalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang masih mempunyai hubungan dengan keluarga atau sudah putus hubungan dengan keluarga dan anak-anak yang hidup mandiri sejak masa kecil karena kehilangan keluarga atau orang tuanya. Penyebab anak turun kejalanan antara lain rendahnya kemampuan dalam pengasuhan dan perawatan anak, stress yang dialami orang tua, kekerasan dalam keluarga dan rendahnya tingkat kemampuan ekonomi keluarga yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak.

Berbagai masalah yang muncul dari anak jalanan memerlukan upaya penanganan yang tepat dari pemerintah ataupun masyarakat. Anak jalanan wajib mendapatkan perlindungan dan diarahkan melalui proses pendidikan untuk benar-benar keluar dari lingkungan tersebut. Hal itu tertera dalam dalam undang-undang perlindungan anak yang berlaku untuk seluruh anak di Indonesia tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, agama, ras dan etnis.

Berbagai model pendekatan untuk mengatasi permasalahan anak jalanan terbagi kedalam tiga strategi intervensi yakni Street Based dimana penanganan anak jalanan dilakukan ditempat-tempat dimana anak-anak jalanan berada yang mana para street educator datang dan mendampingi mereka. Kedua yaitu Centred Based yaitu pendekatan yang berbasis kelembagaan atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan pelayanan seperti makanan, perlindungan serta perlakuan hangat dari para pendampingnya. Kemudian yang terakhir adalah Community Based yang mana seluruh penanganan melibatkan seluruh potensi masyarakat, utamanya keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini lebih bersifat preventif, yaitu mencegah agar anak-anak tidak turun kejalanan.

Penanganan permasalahan anak jalanan yang mana anak jalanan dilihat sebagai anak yang dirugikan oleh lingkungannya, serta memandang anak jalanan sebagai anak yang berada dalam kondisi ketidak mampuan, membutuhkan, ditelantarkan, dirugikan, sehingga intervensi yang dilakukan adalah dengan melindungi dan merehabilitasi. Pada kasus anak jalanan binaan model pendekatan yang dilakkan ialah dengan centered based dengan intervensi rehabilitatif yaitu berusaha meleaskan anak dari jalanan

Berdasarkan Modul Pelatihan Rumah Singgah (2006) rumah singgah didefinisikan sebagai wahana yang dipersiapkan sebagai perantara anatara anak jalanan dan pihak-pihak yang membantu mereka. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana sosial kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat setempat. Tujuan dibentuknya rumah singgah ini untuk membantu anak jalanan dalam mengatasi permasalahan dan menentukann upaya alternatif untuk pemenuhan hidup anak.

Dalam sistem rumah singgah anak sementara waktu akan tinggal menetap dan hidup ditempat tesebut sebagai rumah tinggal mereka. Rumah singgah merupakan lembaga pelayanan sosial yang memberikan proses informal dengan suasana resosialisasi bagi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat bukan sebagai solusi mutlak untuk menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Rumah singgah memberikan upaya kesejahteraan dan mendukung perkembangan anak ketika mereka berada jauh dari keluarga.

Anak yang sudah berada dalam rumah singgah perlu dilakukan Asesmen BioPsikoSosial. Pada aspek Biologis anak terkait kemampuan fisik, kesehatan fisik sehingga dapat diketahui jika ada masalah dapat melakukan perawatan untuk penyembuhannya. Aspek Pskilogis mencari tahu keadaan jiwa yang dialami anak jalanan dan Aspek sosial mengkaji seputar relasi anak dengan keluarga dan masyarakat. Asesmen penting dilakukan karena akan menjadi bahan dasar proses pertolongan untuk anak-anak jalanan yang berada dalam rumah singgah.

Pada pendekatan centered based terbagi kedalam dua tahap yaitu tahap drop in shelter yakni anak jalanan masih diperbolehkan bolak-balik ke jalan karena masih beradaptasi dengan lingkungan jalan ke lingkungan rumah. Kemudian dilanjutkan dengan tahap residential shelter dimana anak tinggal menetap dan hidup di tempat tersebut sebagai rumah tinggal mereka dengan aturan-aturan yang ditetapkan guna merehabilitasi mereka supaya tidak kembali ke jalanan.

Adapun peran petugas atau pendamping yang bekerja pada rumah singgah tersebut adalah dengan melakukan pendampingan terhadap anak-anak dalam kehidupan keseharian mereka sehingga anak dapat berkembang ke arah yang positif dan lebih berkualitas untuk kehidupan mereka selanjutnya. Kemudian dengan melakukan penjangkauan ke wilayah anak jalanan binaan biasa berada. Pendamping akan melakukan interaksi untuk mengidentifikasi anak, riwayat hidup anak, masalah, kebutuhan, potensi dan sumber yang bisa dimanfaatkan serta mengkaji dinamika kehidupan anak jalanan. Pendamping juga berperan sebagai educator untuk melakukan resosialisasi terhadap anak dengan mengenalkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma sosial. Kemudian pendamping akan melakukan pemberdayaan untuk anak jalanan sebagai upaya mengangkat anak dari jalanan dan dari ketelantaran sekaligus mengatasi permasalahan yang dialaminya serta memenuhi segala keperluan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasarnya dengan memberikan berbagai keterampilan.

Pemberdayaan tidak hanya dilakukan kepada anak dengan memberikan nilai dan pengetahuan tentang kehidupan akan tetapi pemeberdayaan juga dilakukan terhadap keluarga dari anak jalanan tersebut. Keluarga dipersiapkan dan diedukasi agar mereka dapat berfungsi kembali sebagai keluarga yang mampu untuk memberi kehidupan yang layak untuk anak, memberi ruang gerak yang baik untuk tumbuh kembang anak, memberikan perlindungan terbaik untuk anak serta memberi ruang pada anak untuk berpartisipasi dan berekspresi dalam keluarga. Keluarga juga perlu untuk mendapat bimbingan kewirausahaan untuk menyelesaikan permasalahan kesulitan ekonomi keluarga yang menjadi faktor dominan banyak anak yang turun ke jalan.

Prinsip dari Centered Based adalah tempat penampungan sementara sambil mempersiapkan keluarga dan lingkungan agar tidak mendukung anak untuk kembali kejalanan. Hal tersebut dikarenakan sebaik-baiknya tempat berkumpul dan pendidikan terbaik ada di dalam keluarga. Oleh karenanya jika keluarga belum mampu melakukan hal tersebut, pendamping perlu mengedukasi keluarga dengan pemberian informasi mengenai parenting skill. Masyarakat juga perlu dipersiapkan agar tidak mendukung anak kembali kejalan dengan mempersiapkan berbagai macam kegiatan positif untuk mengisi kekosongan waktu anak.

Pada dasarnya pertolongan yang diberikan kepada anak jalanan harus berprinsip pada “menolong mereka agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri”. Prinsip tersebut harus dipegang kuat agar tidak adanya rasa ketergantungan anak jalanan ataupun keluarganya terhadap bantuan yang diberikan. Menjadikan mereka mandiri dan tidak terjun kembali ke jalanan adalah tujuan utama mengapa pendampingan perlu dilakukan. Jangan membiasakan mereka menerima bantuan instan berupa uang ataupun sembako yang kemudian akan membuat mereka menjadi ketergantungan dan mau dibina hanya dikarenakan ada “hadiah” yang akan mereka terima. Berilah mereka “kail” agar mereka bisa mencari dan menafkahi kebutuhan hidupnya sendiri kelak.